![]() |
| Muhammad Ari Pratomo |
Viral Dulu, Proses Belakangan: Tantangan Baru Penegakan Hukum di Era Sosial Media
Pendahuluan
Di era digital saat ini, sosial media telah menjadi platform utama bagi masyarakat untuk berbagi informasi, mengungkapkan pendapat, dan bahkan mencari keadilan. Namun, fenomena “viral dulu, proses kemudian” kerap kali terjadi, di mana sebuah kasus bisa cepat sekali menjadi perbincangan publik hingga memengaruhi proses hukum yang seharusnya berjalan secara objektif dan sesuai prosedur.
Artikel ini membahas tantangan yang dihadapi penegak hukum di tengah gempuran opini publik melalui sosial media, serta pentingnya literasi digital dan pemahaman hukum dalam menjaga keadilan yang sejati.
Sosial Media sebagai Arena Publik Baru
Indonesia memiliki lebih dari 220 juta pengguna internet, dengan mayoritas aktif di berbagai platform sosial media seperti Twitter, Instagram, dan TikTok. Media sosial menjadi ladang opini publik yang sangat dinamis, di mana isu-isu hukum dan sosial bisa viral dengan cepat melalui tagar atau konten yang menarik perhatian.
Fenomena ini memberikan tekanan besar pada aparat penegak hukum untuk segera bertindak. Namun, proses hukum tidak bisa serta-merta dipercepat hanya karena tuntutan publik yang berkembang di dunia maya.
Tantangan Penegakan Hukum di Era Sosial Media
Penegak hukum harus tetap memegang prinsip profesionalisme, independensi, dan asas praduga tak bersalah. Tekanan opini publik yang kuat sering kali membuat aparat terjebak dilema antara menyelesaikan kasus dengan cepat dan memastikan proses hukum berjalan adil dan sesuai aturan.
Ketidakseimbangan ini dapat berujung pada ketidakadilan, di mana seseorang dianggap bersalah hanya karena viral di media sosial, tanpa proses pembuktian yang benar.
Dasar Hukum Terkait
Beberapa peraturan penting yang mengatur aktivitas di dunia digital di Indonesia, antara lain:
-
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) No. 19 Tahun 2016
Mengatur tentang penggunaan informasi elektronik dan dokumen elektronik, termasuk larangan pencemaran nama baik melalui media digital. Pasal-pasal dalam UU ini masih sering multitafsir dan disalahgunakan, sehingga menimbulkan polemik. -
Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) No. 27 Tahun 2022
Berlaku untuk melindungi privasi dan data pribadi masyarakat di dunia digital. Meski sudah ada aturan ini, kasus kebocoran data masih terjadi, seperti bocornya data lebih dari 12 juta akun pengguna pada awal tahun 2025.
Pentingnya Literasi Digital dan Kesadaran Hukum
Masyarakat harus lebih kritis dan bijak dalam menggunakan sosial media, terutama dalam menyikapi informasi yang beredar. Cek fakta, jangan mudah terpancing emosi atau ikut-ikutan viral tanpa pemahaman yang benar.
Penegak hukum pun harus mampu menjaga integritas dan transparansi, sehingga proses hukum tetap berjalan dengan baik dan masyarakat dapat menerima hasilnya sebagai keadilan yang sesungguhnya.
Kesimpulan
Sosial media adalah alat yang kuat dan punya potensi besar untuk mengawal keadilan. Namun, keadilan sejati hanya bisa terwujud jika proses hukum berjalan dengan benar, berdasarkan fakta, bukti, dan aturan yang berlaku.
Mari kita dukung penegakan hukum yang profesional dan masyarakat yang cerdas dalam bermedsos agar keadilan tidak sekadar menjadi konten viral, tapi benar-benar terwujud dalam kehidupan nyata.
Penulis: Muhammad Ari Pratomo
Indonesian Lawyer | Writer | Musician | Podcaster

Komentar
Posting Komentar