Langsung ke konten utama

Ketika Negara Ingin Menyadap, Tapi Tak Tahu Siapa yang Disadap

 


Dalam semangat menghadirkan keadilan di era digital, negara melalui Kejaksaan Agung menjalin kerja sama dengan operator seluler guna mempercepat proses penyadapan. Sebagai pengacara, saya memandang bahwa kerja sama lintas sektor dalam penegakan hukum adalah langkah progresif. Namun, setiap lompatan teknologi dalam penegakan hukum wajib diimbangi dengan ketepatan sistem dan kehati-hatian konstitusional.

Penyadapan, dalam berbagai negara, adalah instrumen yang legal—tetapi tidak serta-merta bebas dari batas. Di Indonesia, dasar hukumnya memang sudah tersedia, tersebar dalam berbagai undang-undang sektoral seperti UU ITE, UU Narkotika, UU KPK, hingga UU TPPU. Bahkan Mahkamah Konstitusi telah menegaskan bahwa penyadapan harus melalui mekanisme hukum yang jelas, termasuk pengawasan dari pengadilan.

Artinya, penyadapan yang dilakukan tanpa landasan hukum, tanpa persetujuan otoritas yang sah, tidak hanya cacat secara prosedural tetapi juga potensial melanggar hak asasi manusia. Namun justru di sinilah letak ironi kita.

Negara serius ingin masuk ke ruang komunikasi warga. Namun di saat yang sama, negara belum benar-benar mampu memastikan bahwa nomor yang hendak disadap benar-benar digunakan oleh pihak yang tepat.

Kekacauan Identitas dalam Sistem Telekomunikasi

Saya tidak sedang berandai-andai. Kita telah berkali-kali melihat fakta bahwa sistem registrasi kartu SIM di Indonesia masih menyimpan celah besar. Syarat pendaftaran nomor yang hanya berbasis NIK dan KK, tanpa proses verifikasi biometrik atau wajah, masih memberi ruang bagi praktik penyalahgunaan identitas.

Cukup berbekal data pribadi (yang ironisnya kini mudah diperjualbelikan), seseorang bisa mengaktifkan nomor ponsel atas nama siapa pun. Tak sedikit warga yang kemudian mendapati namanya digunakan dalam banyak nomor, bahkan terlibat dalam kasus hukum yang bukan ulahnya.

Dalam konteks ini, penyadapan bisa saja dilakukan secara prosedural, tetapi menjadi salah sasaran secara substantif. Negara bisa saja menangkap komunikasi, tapi gagal menangkap kebenaran.

Keadilan Tak Mungkin Tercapai Lewat Data yang Salah

Keadilan bukan hanya soal menghukum pelaku, tetapi juga soal memastikan tidak ada satu pun warga negara yang menjadi korban sistem yang lemah. Penyadapan yang sah secara hukum tetap harus diuji secara etis: apakah data yang dijadikan dasar memang valid? Apakah pengguna nomor tersebut benar sesuai identitas pendaftar? Apakah kita sedang menyadap pelaku atau hanya menyadap bayangan?

Tanpa sistem verifikasi digital yang kuat, penegakan hukum berisiko kehilangan arah. Dalam kerangka negara hukum, ini adalah bahaya yang tak bisa dibiarkan berlarut-larut.

Solusi: Penyadapan Boleh, Tapi Validasi Harus Diperkuat

Sebagai pengacara, saya tidak menolak konsep penyadapan. Ia adalah alat penting dalam sistem hukum modern. Namun saya juga percaya bahwa alat ini hanya efektif bila didukung oleh sistem yang tepat.

Ada tiga hal mendesak yang perlu dilakukan negara:

  1. Mewajibkan verifikasi biometrik dalam setiap registrasi kartu SIM.

  2. Mengesahkan Undang-Undang Penyadapan yang komprehensif, bukan sekadar teknis, tapi juga menjamin hak warga.

  3. Membangun mekanisme pengawasan independen, agar proses penyadapan diawasi secara profesional dan tidak menjadi alat kekuasaan semata.

Penutup: Negara Harus Mampu Dulu, Baru Meminta Kuasa

Negara tidak bisa meminta akses penuh ke privasi warganya, tanpa terlebih dahulu menunjukkan bahwa ia mampu melindungi data dan menjamin keakuratan sistemnya. Jika penyadapan menjadi prioritas, maka pembenahan registrasi digital harus menjadi prasyaratnya.

Dalam dunia hukum, kita belajar bahwa alat tanpa akurasi justru bisa menjadi bumerang. Maka sebelum negara berbicara tentang haknya untuk menyadap, negara perlu terlebih dahulu menyempurnakan kewajibannya untuk menjaga identitas digital setiap warga.

Itulah fondasi penegakan hukum yang adil: bukan sekadar menangkap komunikasi, tapi menangkap kebenaran yang utuh.

Muhammad Ari Pratomo – MuhammadAriLaw
Pengacara Indonesia | Penulis | Musisi 

Komentar

Muhammad Ari Pratomo

Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia: Perlindungan Hak Pekerja dan Pembaruan Terkini di Tahun 2025

  Muhammad Ari Pratomo Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia: Perlindungan Hak Pekerja dan Pembaruan Terkini di Tahun 2025 Oleh: Muhammad Ari Pratomo, Pengacara, Penulis, dan Musisi Pendahuluan Di Indonesia, sektor ketenagakerjaan memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat. Setiap pekerja berhak untuk memperoleh perlindungan, baik dalam hal keselamatan kerja, kesejahteraan, maupun hak-hak lainnya yang mendasar. Dengan terus berkembangnya dunia kerja dan tuntutan zaman, penting bagi setiap pekerja dan pemberi kerja untuk memahami hak dan kewajiban yang ada dalam hukum ketenagakerjaan. Artikel ini akan membahas tentang hak-hak pekerja di Indonesia, dasar hukum ketenagakerjaan yang berlaku, serta pembaruan terkini dalam undang-undang ketenagakerjaan di tahun 2025. Dasar Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan UU Ketenagakerjaan ini adalah undang-undang utama yang mengatur tentang hak dan...

Hukum Warisan di Indonesia: Pemahaman dan Perkembangan Terbaru di 2025

Muhammad Ari Pratomo   Hukum Warisan di Indonesia: Pemahaman dan Perkembangan Terbaru di 2025 Oleh: Muhammad Ari Pratomo, Pengacara, Penulis, dan Musisi Pendahuluan Hukum warisan merupakan salah satu aspek penting dalam hukum perdata yang mengatur tentang pembagian harta peninggalan seseorang setelah meninggal dunia. Di Indonesia, pembagian warisan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) serta beberapa regulasi lainnya, yang memberikan pedoman bagi ahli waris dalam menentukan hak mereka terhadap harta warisan. Namun, dengan perkembangan zaman, banyak perubahan dan tantangan dalam pengaturan hukum warisan, terutama dalam konteks hukum modern dan kebutuhan untuk merespons dinamika kehidupan sosial yang semakin kompleks. Artikel ini bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai hukum warisan di Indonesia, dengan mengulas dasar hukum yang relevan hingga tahun 2025 serta memberikan pengetahuan mengenai perkembangan terbaru dalam pengaturan warisan. Dasar Huku...

Perjanjian Kerja di Indonesia: Hak Karyawan dan Pembaruan Hukum Terkini di 2025

  Muhammad Ari Pratomo Perjanjian Kerja di Indonesia: Hak Karyawan dan Pembaruan Hukum Terkini di 2025 Oleh: Muhammad Ari Pratomo, Pengacara, Penulis, dan Musisi Pendahuluan Perjanjian kerja adalah elemen penting dalam hubungan industrial antara pemberi kerja dan pekerja. Dalam perjanjian ini, kedua pihak bersepakat mengenai hak dan kewajiban masing-masing, baik itu terkait dengan pekerjaan, gaji, maupun fasilitas lainnya. Namun, seiring dengan berkembangnya dunia kerja dan regulasi ketenagakerjaan, banyak perubahan yang perlu diketahui oleh pekerja dan pemberi kerja mengenai hak dan kewajiban mereka. Artikel ini akan mengulas tentang perjanjian kerja di Indonesia, dasar hukum yang mengaturnya, serta pembaruan terkait ketenagakerjaan yang relevan hingga tahun 2025. Dasar Hukum Perjanjian Kerja di Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) Sebagai regulasi utama yang mengatur hubungan antara pemberi kerja dan pekerja, UU Ketena...